GRESIK,(metropantura.com) - Lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang tembus hingga Rp 14.000 perdollar, sangat berpengaruh terhadap industri kecil di Kabupaten Gresik. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) misalnya, mereka banyak yang kelimpungan. Ratusan UMKM di Kabupaten Gresik kelimpungan dampak tingginya nilai dollar terhadap rupiah. Sebab, harga bahan baku yang mereka butuhkan terus merangkak naik.
Sebagai contoh UMKM yang bergerak dalam sektor pembuatan tempe dan tahu. Mereka mengeluhkan naiknya harga tempe yang cukup tinggi. Dimana, harga kedelai impor sekarang naik menjadi Rp 7.500,
dari harga sebelumnya, hanya kisaran antara Rp 5.500-Rp 6.000. " Kami benar-benar bingung menjual tempe saat ini, karena bahan kedelainya mahal, terpaksa harga kami naikkan, " kata Ny Rusmiati,
salah satu penjual tempe di pasar Kota Gresik, Kamis (27/8).
Menurut dia, pedagang tempe dan tahu sekarang dihadapkan oleh kondisi sulit. Di saat harga kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu naik, harga tempe dan tahu pun ikut dinaikkan. Namun, kondisi ini justeru membuat penjualan tempe menurun. Masyarakat enggan membeli tempe dan tahu, karena harganya mahal.
Karena itu, salah satu cara pedagang untuk mensiasati agar pembeli tetap membeli tempe dan tahu, mereka mengecilkan ukuran tempe dan tahu." Kami terpaksa tidak naikkan harga tempe dan tahu. Untuk mensiasati agar kami tidak rugi, ukuran tempe dan tahu kami kecilkan, " jelasnya.
Dia mengakui, naiknya harga kedelai membuat para pengusaha tempe dilanda kecemasan. Sebab, harga kedelai sudah pernah mencapai kisaran Rp 7.500-Rp 8.000 perkilogramnya." Terpaksa kami siasati
dengan menipiskan produksi tempe agar konsumen tidak keberatan. Sebab, kalau kami naikkan harga, kami akan kehilangan konsumen," akunya.
Ditambahkan dia, para UMKM mendesak agar pemerintah setempat tidak berpangkau tangan melihat kondisi sulit yang tengah dihadapi oleh para pengusaha kecil. Pemerintah harus memberikan stimulan seperti subsidi berupa bantuan dana. Kalau tidak? " Ya bisa dipastikan kalau kondisinya terus-terusan seperti ini kami akan bangkrut, " terangnya.
Di Kabupaten Gresik sendiri, pascameroketnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, membuat UMKM maupun home industri yang bergerak dalam pembuatan tahu dan tempe terpaksa mengurangi pembuatan. Rata-rata perharinya hanya membuat tempe dengan bahan kedelai sekitar 50 kg perhari. Padahal, sebelumnya usaha home industri rata-rata membuat tempe hingga menghabiskan kedelai 1,5-2 kuintal perhari.
Sementara Kepala Diskop, UKM dan Perindag (Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perindustrian dan Perdagangan) Pemkab Gresik, Ir Moch Najikh MM, membenarkan, banyak UMKM di Kabupaten Gresik yang mulai kelimpungan, dampak meroketnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Terutama, UMKM dan home industri yang bergerak dalam sektor makanan, seperti pembuatan tempe dan tahu yang bahan bakunya tempe." Seperti usaha tempe di Desa Klangonan, Giri Kecamatan Kebomas. Usaha mereka sangat terdampak pascaterpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, " kata Najikh, Kamis(27/8).
Najikh menjelaskan, rata-rata pengusaha kecil yang merasa terpukul dengan merosotnya tukar rupiah terhadap dollar AS adalah, pengusaha yang bahan bakunya mereka dapatkan dari import. Misalnya, sarung yang bahan bakunya benang dari import, dan baja yang bahan bakunya juga import. " Kalau perusahaan yang barangnya dijual eksport tidak ada persoalan justeru untung disaat dollar naik.Namun, bagi usaha yang mendatangkan bahan baku import, mereka yang kelimpungan, " terangnya.
Namun, tambah Najikh, sejauh ini belum ada laporan yang masuk ke Diskop, UKM dan Perindag, kalau ada UMKM atau home industri yang gulung tikar (tutup), pascaterus meroketnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Untuk itu, Diskop terus lakukan pengawasan dan antisipasi agar hal itu tidak terjadi. " Kami terus lakukan pembinaan dan penguatan agar jangan sampai ada UMKM maupun home industri yang mogok produski disaat dollar naik seperti ini, " pungkas Najikh.
Penulis : Mochamad S
Editor : M Arief Budiman