LAMONGAN,(metropantura.com) - Perincian penggunaan anggaran yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan sebesar Rp. 903.758.477.581, yang terdiri dari belanja tidak langsung dengan rincian belanja pegawai seperti gaji PNS, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan beras dan tunjangan lainnya yang mengabiskan anggaran sebesar Rp. 847.552.802.520. Sedangkan untuk Belanja Langsung seperti pembangunan dan rehab gedung sekolah, pengadaan buku dan alat peraga siswa hanya dialokasikan Rp. 56.205.675.061.
Tak hanya itu, menurut data yang di milikinya, Imam membeberkan, dari jumlah besaran pos anggaran belanja langsung ini pun masih tersedot banyak untuk keperluan belanja internal dinas seperti Program Pelayanan Administrasi perkantoran Rp. 4.091.994.000, Program Peningkatan sarana dan Prasarana Aparatur Rp. 828.000.000, Pembelian Alat tulis Kantor/ATK Rp.1.786.107.200, Honor PNS yang muncul dimasing-masing program dengan total Rp. 854.005.000, merupkan pemborosan dan double budgeting.
“Ini merupakan pemborosan anggaran dan double budgeting. Padahal di pagu belanja tidak langsungya untuk gaji PNS berikut tunjangan sudah dianggarkan, begitupun dengan belanja Program Pelayanan Administrasi perkantoran, Program Peningkatan sarana dan Prasarana Aparatur dan Pembelian Alat tulis Kantor/ATK yang menelan anggaran yang sangat signifikan. Ini jelas-jelas tak rasional,”ungkapnya
Sehingga yang bisa dirasakan masyarakat hanya tersisa Rp. 48.503.765.091. Itupun masih belum di kurangi honor Non PNS di setiap program serta biaya penggandaan dan belanja pakai habis.
Adapun kritikan maupun dugaan yang disampaikan oleh ketua LSM Yawimanu, Majelis Pembina PMII dan tuntutan yang disampaikan oleh PK PMII Unisla Veteran dalam aksinya kemarin terkait penggunaan anggaran sebesar 903,7 milyar, Senin (14/9)
Kepala Dinas pendidikan Kabupaten Lamongan Bambang Kustiono Ketika dikonfirmasi melalui Via selulernya, Selasa (15/9) mengatakan, bahwa anggaran yang dibutuhkan dinas pendidikan memang sangat besar, jumlah pegawainya saja sebesar 2/3 dari seluruh pegawai yang ada di Kabupaten Lamongan, sehingga besarnya anggaran itu juga digunakan untuk membayar gaji PNS, tunjangan para pegawai dan untuk sertifikasinya guru-guru juga memang harus dibayarkan.
“Jadi bukan berarti kalau itu ada apa yang untuk belanja langsung itu tidak dibagikan, sudah dibagikan. Tapi memang, jumlah pegawainya kami cukup besar, mulai untuk gaji, tunjangan dan sertifikasi. Kalau ditambahi seperti itu ya kami matur suwun saja, tapi kita kembalikan lagi kepada keterbatasan-keterbatasan anggaran dari pemerintah, kan gitu. Jumlah pegawainya itu besar loh mas,”ungkapnya
Sementara, ketika ditanya mengenai penggunaan anggaran untuk belanja ATK yang sudah dianggarkan namun, di beberapa kegiatan masih juga ditemukan double budgeting untuk ATK dan Honorarium Bambang Kustiono berdalih, untuk belanja ATK sudah termasuk belanja rutin untuk kebutuhan kantor belum lagi beanja rutin yang diperuntukan untuk masing-masing kegiatan maupun program yang lainya.
“Kalo ATK itu kan adanya di belanja rutin atau di masing-masing kegiatan maupun program, misalkan disuatu proyek kan memang ada ATK, honor dan perjalanan dinas, memang itemnya seperti itu. Tapi yang sudah dianggarkan itu merupakan ATK yang sifatnya rutin yang digunakan untuk keperluan kantor, misalnya kertas, tinta printer dan lain-lain. Sedangkan yang untuk setiap kegiatan itu memang ada beberapa item yang digunakan untuk kegiatan itu sendiri, misalnya ATK, Perjalanan dinas dan honorarium itu memang ada,”jawabnya.
Ketika disinggung terkait perencanaan penganggaran dan penggunaan anggaran tersebut merupakan pemborosan anggaran dan double budgeting tentang besarnya anggaran yang sudah dianggarkan merupakan suatu kewajaran? Bambang mengatakan itu memang tak wajar namun memang aturanya seperti itu.
“Ya bukannya wajar, tapi aturannya memang demikian, kan gitu. Memang dibedakan ATK perkegiatan dengan ATK rutin dan semuanya dianggarkan,”dalihnya
Sedangkan menanggapi tentang adanya isu pungli di beberapa sekolah negeri di Lamongan Bambang Kustiono mengatakan, jika semuanya masih dugaan ya harus adanya penelitian dan pembuktian.
“Kan begini, kalo masih dugaan, tentu harus ada penelitian. Kalo mau dibongkar monggo, saya setuju saja. harus dibuktikan dulu, iya kalo bener, lha kalo enggak kan kasihan,”pintanya.
Sementara saat ditanya mengenai konsekuensi apa yang akan diberikan kepada kepala sekolah maupun oknum-oknum lembaga pendidikan yang lainya jika memang ada yang terbukti melakukan pungli, dirinya (Bambang. Red) mengatakan masih berpedoman pada aturan yang ada.
“Ya kita lihat aturannya bagaimana, tentang disiplin pegawai. Mangkannya harus dicari tahu dulu faktornya bagaimana. Kan kita tidak bisa mengambil tindakan kalau belum tahu bukti dan factor-faktornya,”jawabnya.
Sementara untuk pungli yang berkedok sumbangan yang menggunakan dasar peraturan daerah (perda) tentang pengumpulan sumbangan pendidikan dan bencana alam, Bambang sendiri mengakui jika masih menganut perda tersebut sebagai acuan dan landasanya. Namun, tak mengabaikan mekanisme serta keperuntukanya.
“Perda untuk sumbangan pendidikan kan memang ada, tapi kalo menurut saya kan begini, mekanismenya bagaimana, peruntukannya untuk apa, sehingga nanti bisa kami konsep, peruntukannya itu sesuai apa enggak, kalau itu sudah selesai semua, prosedurnya sudah bener, ya gak masalah,” jelasnya.
Bambang menambahkan, Sedangkan untuk pungutan uang gedung dan biaya pendidikan itu semuanya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah. Namun, akan dibebankan kepada masyarakat dan pihak swasta.
“Kalau hanya dibebankan kepada pemerintah kan tidak mungkin, sedangkan sekolah-sekolah itu butuh untuk berkembang, jadi masih butuhkan pertisipasi masyarakat atau wali murid,”bebernya.
Ketika disinggung oleh Dewan Pendidikan Lamongan (DPL) yang mengatakan Dinas Pendidikan Lamongan belum bisa menerapkan pendidikan gratis dirinya menyebutkan bahwa pendidikan itu memang gratis namun adanya permintaan partisipasi masyarakat itu tetap diperbolehkan.
“Lho pendidikan gratis itu yang bagaimana, jangan diputuskan semuanya itu gratis. Semua pendidikan itu memang gratis, tapi partisipasi dari masyarakat itu tetap diperbolehkan. Misalnya uang gedung dan biaya ekstrakulikuler,”bantahnya.
Terkait kritikan mengenai tuntutan PMII yang meminta Adi Suwito Sekretaris Dinas dan Kandam Kabid Dikmenumjur yang terindikasi atau di duga terlibat dalam kasus pencurian dan pembocoran Ujian Nasional untuk dicopot dari jabatannya, sementara Sun’ah yang diindikasikan melakukan penyelewengan anggaran di beberapa program yang ada di dinas pendidikan . Bambang Kustiono mengatakan, tuntutan hukum seyogyanya harus diselesaikan secara hukum, dan disesuaikan dengan aturan maupun mekanisme yang ada dipemerintahan dan disetujui oleh Sekretaris Daerah (sekda).”tandasnya.
Penulis : M Zainuddin
Editor : M Arief Budiman