×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

DUGAAN GRATIFIKASI DAN MARK-UP ANGGARAN TENTANG PENGADAAN APLIKASI DESA KIAN MEMANTIK PERHATIAN, KABAG PEMDES DAN CAMAT JUSTRU SALING TUDING

Senin, 23 November 2015 | 19.41.00 WIB | 0 Views Last Updated 2015-11-23T12:41:10Z
LAMONGAN,(metropantura.com) - Pengadaan software aplikasi desa yang menelan anggaran sebanyak Rp 17.325.000 yang diambilkan melalui anggaran APBDes dari masing-masing desa penerima sebanyak 462 Desa jika diakumulasikan total anggaran tersebut sebesar Rp. 8. 004.150.000. Anggaran sebesar Rp. 8.004.150.000 untuk pengadaan software aplikasi desa tersebut menjadi sorotan banyak kalangan karena diduga ada indikasi Mark-Up anggaran dan Gratifikasi sehingga banyak ditemukan penyimpangan serta tak sesuai dengan prosedur dan penggunaanya yang melibatkan banyak oknum pejabat dari tingkat desa, Kecamatan hingga pejabat Kabupaten.

Setelah pengadaan software aplikasi desa dihentikan sementara belum ada kejelasan tindak lanjutnya, lantas kemanakah uang desa yang sudah terlanjur dibayarkan tersebut. Menurut Camat Glagah, Zamroni ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa uang sebesar Rp. 17.325.000 disetiap desa tersebut dikumpulkan di paguyuban Desa di Kecamatan Glagah.

Namun, menurutnya uang tersebut yang digunakan untuk pengadaan software telah diakomodir dan disimpan di paguyuban Desa sampai waktu yang tidak ditentukan dan menunggu intruksi dari kabag pemdes dan pihak rekanan.

“Uang itu ada di paguyuban desa dan masih aman. Sengaja kita amankan di paguyuban desa supaya nanti kalau ada informasi lebih lanjut dari pemerintah kabupaten yakni Kabag Pemdes segera bisa kita sesuaikan atas intruksi dengan harapan dari keputusan pemerintah terutama di Pemdes,”jelas Zamroni via seluler, Senin (23/11).

Dikatakan oleh Zamroni, sebenarnya menjadi kehendak desa untuk mengumpulkan uang software di Paguyuban Desa bukan kehendak dari pihak kecamatan. Pihak desa menitipkan uang software di paguyuban bisa aman dan sewaktu-waktu ketika sudah ada petunjuk dari pihak Pemkab Lamongan terutama Pemdes bisa langsung digunakan.

“Kecamatan tidak sampai ngepul uang dari desa tersebut. Namun, pihak desa menginginkan dana desa itu suatu saat nanti ketika ada petunjuk lebih lanjut dari Kabag Pemdes sudah disiapkan sesuai petunjuk serta intruksidari pemerintah daerah kabupaten,”ujarnya.

Uang untuk software tersebut sengaja disimpan di Paguyuban desa atas petunjuk pihak Pemdes untuk menunggu selesainya permasalahan yang ada di Pemdes kelar. Kalau permasalahan sudah clear uang tersebut ditransfer atau digunakan sesuai dengan petunjuk dari Pemdes sedangkan dari pihak Kecamatan sudah melakukan sosialisasi kepada kades tentang pembararan aplikasi software tersebut akan tetapi oleh pihak Pemdes diminta ditangguhkan dulu menunggu informasi lebih lanjut dari Kabag Pemdes Pemkab Lamongan.

“Petunjuk dari Kabag Pemdes kan diminta untuk menahan dulu. Sampai permasalahannya clear, itu saja. Makanya saya kemarin mengumpulkan kades, wes ta ditaruh di paguyuban, kalau sudah clear tinggal ditransfer atau apa. Akan Tetapi sampai sekarang belum ada kebijakan dari pemdes. Kita sudah sosialisasi dan sebagainya, rencana kita mau bayar, tetapi karena ada permasalahan tertentu kita diinformasikan pemdes untuk ditahan dulu sampai nunggu informasi lebih lanjut ,”bebernya.

Zamroni juga membantah bahwa uang software yang disimpan dipaguyuban desa sebagian disisihkan untuk keperluan pilkada calon tertentu. Bahkan zamroni mengatakan dirinya tidak mengambil sepeserpun uang yang ada di Paguyuban Desa.

“Sama sekali ndak ada, bisa dicek ke masing-masing kades atau paguyuban, sepeser pun kita tidak mengambil uang itu,”tandasnya.

Sementara itu, Kabag Pemdes Jarwito ketika dikonfirmasi membantah bahwa pihaknya mengintruksikan agar uang software disimpan di paguyuban desa. Menurutnya menginstruksikan pengumpulan uang di paguyuban tidak diperbolehkan. setiap pembelian barang dan jasa dibayar pihak desa kepada pihak penyedia barang atau ke rekanan yakni ke PT Dimensi Tata Desa.

“Ndak benar. Saya tidak pernah menginstruksikan seperti itu. Dikumpulkan dimana, dkoordinir siapa, itu ndak boleh. Mestinya setiap pembelian barang dan jasa itu kan yang membayar harus pihak desa itu sendiri kepada pihak ketiga,”ungkap Jarwito.

Jarwito juga membantah bahwa uang software tersebut sebagian diberikan kepada pejabat dilingkungan Pemkab lamongan. Dirinya pun berdalih tidak mengetahui tentang seluk beluk uang software tersebut dan ia mengatakan uang software itu menjadi wewenang penuh pihak penyedia barang yakni rekanan.

“Ndak ada itu. Saya kira nggak ada. Silahkan konfirmasi langsung ke yang bersangkutan, ke penyedia barang. Saya ndak tahu itu,”bantahnya.

Jarwito mengatakan uang dari desa untuk pembelian software tersebut tidak disetorkan ke Pemdes bahkan dirinya menepis tudingan jika pihak ketiga yang menjadi rekanan pengadaan software aplikasi desa hanya menerima uang sebesar Rp. 5 juta dari Rp. 17.325.000. Menurutnya harga software itu sudah standar sehingga tidak ada pemotongan yang begitu besar.

“Iya diserahkan ke penyedia barang, saya tidak menerima mas. Ngapain saya terima uang itu. Saya tidak terima uang itu dan uang sebesar Rp. 17.325.000 itu diserahkan langsung ke pihak ke tiga yang menjadi rekanan pengadaan software aplikasi desa dan tidak diterima oleh pihak Pemdes. Pihak pemdes tidak menerima uang dari desa karena setiap jual beli barang dilakukan langsung oleh pembeli dan penjual,”akunya.

Ketika disinggung terkait apakah PT Dimensi Tata Desa pernah mengajukan penawaran software ke pihak Pemdes, Jarwito mengatakan tidak ada penawaran ke pihak Pemdes. Namun ketika ditanya lebih detail, jarwito memotong percakapan dengan meminta wartawan bertanya ke pihak humas Pemkab Lamongan.

“Penawaran ke Pemdes seingat saya tidak ada mas, nanti lebih baik konfirmasi ke humas saja. Kalau terlalu banyak nanti saya nggak enak ngomong, takutnya keliru nanti,”alasanya.

Penulis  : M Zainuddin
Editor  : M Arief Budiman
×
Berita Terbaru Update