Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

SATKER RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN DI DUGA MELAKUKAN KOLABORASI GRATIFIKASI DAN KORUPSI DENGAN PELAKSANA PROYEK PT PA DAN BSP TENTANG PEKERJAAN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN GEDUNG RAWAT INAP

Senin, 21 Desember 2015 | 18.20.00 WIB | 0 Views Last Updated 2015-12-21T11:20:41Z
LAMONGAN,(metropantura.com) - Menyoal pengadaan konstruksi sarana kesehatan/pembangunan gedung rawat inap kelas I dan kelas II (R. Dahlia 4 lantai) senilai Rp. 9.445.000.000 yang dimenangkan dan dikerjakan oleh PT PILAR ABADI beralamatkan di JL. Veteran No. 135 Jetis Lamongan kategori konstruksi.

Berikutnya dengan pengerjaan berlokasi yang sama yakni Penyelenggaraan penunjang pelayanan kesehatan dirumah sakit berupa (Belanja modal pengadaan konstruksi sarana kesehatan/pengawasan pembangunan gedung rawat inap R. Bugenvil 4 lantai dengan kategori pekerjaan konstruksi) Sebesar Rp. 9. 455.000.000 yang dimenangkan serta dikerjakan oleh BINTANG SAMUDRA PASIFIC yang beralamatkan di Jl. Walisongo No. 14 Kel. Latsari Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban.

Kedua jenis pengerjaan tersebut ada pada Satuan Kerja (Satker) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soegiri yang dianggarkan melalui APBD 2015 dengan jumlah anggaran secara akumulasi dari dua jenis pekerjaan tersebut sebesar Rp. 18.890.000.000. Diduga kuat ditaburi kasus keterlambatan pelaksanaan, pengurangan volume proyek itu justru menjadi sorotan berbagai kalangan terkait ulah pihak aparatur pelaksana teknis proyek yang “jengah” dan salah tingkah.

Pelaksanaan proyek tersebut di duga bermasalah yang akan berdampak negatif pada pencapaian hasil pekerjaan dan berpotensial melanggar prinsip pekerjaan yang ujungnya akan merugikan Negara. Hal itu diungkapkan dalam pers rielisnya oleh Ispandoyo Ramadhani, SH Selaku Ketua Majelis Pembina Cabang PMII Lamongan, Senin (21/12).

Ia mengatakan sangat tidak apriori dan curiga terkait keterlambatan pengerjaan proyek tersebut. Padahal pekerjaan menjelang akhir bulan Desember ini seharusnya sudah mencapai 90-95%. Namun fakta dilapangan hasil pekerjaan tersebut diduga belum mencapai finishing apalagi dilakukan serah terima hasil pekerjaan.

Diduga kuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) DAN Satuan Kerja (SATKER) melakukan kolaborasi Gratifikasi dan Korupsi dengan pelaksana Kontraktor PT PILAR ABADI dan BINTANG SAMUDRA PASIFIC. Pasalnya PPK, KPA dan Satker ditengarai tidak melakukan pengawalan dan pengawasan serta sanksi hukum masalah keterlambatan dan pengurangan bastek dan volume material yang dipergunakan. Padahal, sudah ada aturan dalam Perpres No.54 Tahun 2010 yang telah diubah untuk kedua kalinya melalui Perpres No : 70 Tahun 2012 tentang Keterlambatan yang termaktub dalam 2 pasal yaitu Pasal 93 dan Pasal 120.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Ispandoyo, bahwa pengguna jasa (KPA, PPK-red) dapat memutuskan kontrak secara sepihak, apabila berdasarkan penelitian pengguna jasa, penyedia barang/jasa tidak mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 hari kalender. Pihak KPA/PPK tidak mempunyai kompetensi yang cukup sebagai pelaksana pengadaan barang/jasa mewakili negara/daerah.

Selanjutnya, pasal 120 berbunyi penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak karena kesalahan penyedia jasa dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

Diduga pihak pengguna jasa tidak menerapkan sanksi keterlambatan untuk pemutusan kontrak, denda, pencairan jaminan pelaksanaan dan black list. Hal inilah ditengarai adanya gratifikasi untuk memperkaya diri antara KPA, PPK, Rekanan/PT dan sejumlah pihak Satker RSUD Dr, Soegiri Lamongan.

Selain itu, masih dengan Ispandoyo, yang terjadi, dugaan pengurangan volume pekerjaan yang dikerjakan oleh pelaksana proyek yakni Kontraktor/rekanan dari PT Pilar Abadi dan Bintang Samudera Pasific diduga tidak sesuai dengan dokumen bestek dan gambar kerja. Begitupun juga ditengarai bahwa Pengawas dalam mengawasi pekerjaan pun tidak melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan sesuai tupoksinya.

“Kalau pekerjaan itu tidak sesuai dengan gambar kerja dan dokumen bestek apalagi mengalami keterlambatan jelas ada penyimpangan yang bisa merugikan keuangan Negara, dan itu berlawanan dengan hukum,” ungkapnya.

Menurut temuan di lapangan serta data yang dimilikinya Ispandoyo membeberkan di duga kuat hasil konstruksi bangunan tidak sesuai dengan bestek yakni kolom tiangnya seharusnya menggunakan rabat beton sesuai yang tertera pada RAB akan tetapi oleh pihak rekanan/kontraktor dibungkus sama batu bata ringan yang disesuaikan dengan besar, lebar dan panjangnya kolom tiang untuk mengkelabuhi besarnya kolom yang sudah ditentukan oleh RAB-nya.
“Diduga masih banyak lagi yang melanggar spesifikasi teknis yang belum diungkap termasuk banyaknya campuran dan adukan semen yang ditengarai kurang senyawa berikut kualitas besi yang tidak sesuai dengan standarisasi spesifikasi yang sudah ditentukan dalam RAB-nya bahkan dinilai tidak representatif mengacu pada spesifikasi teknis dan mengangkangi ketentuan yang tertuang dalam spesifikasi dan bestek,”jelasnya
Selanjutnya, diduga pekerjaan akan mengalami keterlambatan waktu penyelesaian pengerjaan kendati kurang dari beberapa hari lagi tepatnya kurang lebih 9 hari semenjak berita ini di tulis kondisi bangunan ditengarai belum mencapai 50%. Akan tetapi anggaran tersebut diduga sudah terserap semua hingga 100%. Ini justru menuai ketanggalan dan terkesan pengerjaan serta syarat pelaporan pengajuan untuk pencairan termin asal-asalan untuk mengkelabuhi agar anggaran termin terakhir dapat dicairkan sedangkan pengerjaan dilapangan ditengarai belum mencapai 50%.

“Bahkan menjelang akhir tahun bulan Desember 2015 ini, konstruksi bangunan memang masih dikerjakan namun dengan minimnya deadline atau batas waktu apalagi menjelang akhir tahun pengerjaan proyek ditaksir baru mencapai 50% sehingga dalam kurun waktu 10 hari dari sekarang untuk penyelesaian finishing pengerjaan proyek tidak akan bisa selesai apalagi menuai hasil ya ng maksimal,”beber Ispandoyo sembari menunjukkan kelengkapan data-data yang dimilikinya.

Dihimbau kepada penegak hukum khususnya Mapolres dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Lamongan dan Mapolda Jatim serta Kejaksaan Tinggi Jawa Timur betul-betul proaktif dalam menyelidiki persoalan ini dan menjalankan proses hukum sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kalau perlu, rekanan/kontraktor/pemilik PT yang diduga nakal seperti ini harus diberi pelajaran, karena kuat dugaan menilep bestek, volume pekerjaan yang artinya diduga Korupsi karena ditengarai telah melakukan Gratifikasi dana proyek yang dapat merugikan keuangan negara,”pintanya.

Ispandoyo berharap, agar pihak Kontraktor/rekanan/pemilik PT bisa menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Meski begitu, pengawasan dan monitoring terhadap pekerjaan kontraktor harus diperketat. Tidak menutup kemungkinan, ada kontraktor yang “nakal” karena memburu waktu deadline sehingga mengerjakan pekerjaannya asal jadi.


“Semua pihak menginginkan pekerjaan selesai tepat waktu dan kualiatas pekerjaan sesuai bestek,” tandasnya.

Jika sampai batas waktu per 31 Desember 2015 proyek belum juga rampung, kami harap pihak PPK/PPA/Satker RSUD Soegiri tak segan-segan dan bertindak tegas untuk memberi sanksi denda bagi kontraktor. Sanksi yang diberikan berupa denda keterlambatan sebesar satu per mil (Seper seribu) per hari dari total nilai anggaran kontrak kerja

“Batas waktu penyelesaian proyek tahun anggaran 2015 melalui Satker RSUD Soegiri Lamongan sampai 31 Desember. Jangan sampai tebang pilih dalam memberikan penalti bagi kontraktor yang terlambat dan terkesan asal-asalan serta menyalahi bestek/prosedur dalam menyelesaikan pekerjaannya. Jika ada proyek yang tidak selesai serta melewati batas waktu, siapapun kontraktor itu harus didenda dan kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut harus dikenakan penalty dan diproses secara hukum jika sudah menyalahi aturan dan pengurangan bestek yang tidak sesuai dengan juklak dan juknisnya serta berlawanan dengan hukum,” pungkas Ispandoyo.

Sayangnya, Direktur RSUD Soegiri Dr. Yuliarto Dwi Martono, M.Kes ketika dikonfirmasi melalui dua via selulernya terkait kejelasan kasus tersebut terdengar suara aktif namun selang beberapa menit Handphone sudah tidak diaktifkan kembali. Berikut, SMS juga tidak ada tanggapan atau balasan.

Penulis  : M Zainuddin
Editor  : M Arief Budiman
×
Berita Terbaru Update