LAMONGAN,(metropantura.com) - Kasus penggelembungan atau mark up dana perdin DPRD Kabupaten Lamongan TA 2012senilai Rp. 3,2 miliar yang sudah menyeret 8 tersangka, empat diantaranya sudah dijebloskan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan ke tahanan terus bergulir dan berpotensi menambah tersangka baru. Hal ini setelah tim pengacara para tersangka menemukan bukti akte perjanjian antara Muniroh dengan Maskuriyah yang merupakan istri H. Makin Abbas, Lc yang masih aktif sebagai anggota DPRD Provinsi Jatim dari PKB.
Dalam akta perjanjian tersebut disebutkan bahwa pihak pertama harus memberikan uang sejumlah Rp 25 juta kepada pihak kedua setiap kali ada kegiatan kunjungan kerja DPRD Kabupaten Lamongan. Juga disebutkan ketika ada penambahan kegiatan dalam kunjungan kerja maka pihak pertama akan tetap memberikan uang tambahan sebesar Rp 5 juta kepada pihak kedua.
Sebelumnya pengacara tersangka Agus Hepi menegaskan bahwa ada kemungkinan mark up dana perdin itu dilakukan Muniroh untuk memenuhi kesepakatan tersebut dan jadi awal munculnya kasus ini. Karena itu, dia akan membawa bukti akte perjanjian tersebut dalam persidangan di pengadilan.
Selain itu, adanya bukti baru ini dinilai Agus bisa mementahkan tuduhan bersalah terhadap kliennya. Tim pengacara tersangka juga keberatan atas tuduhan yang hanya melibatkan Ketua komisi padahal dalam komisi terdapat anggota yang jumlahnya lebih dari satu dan juga ditemukan ada kejanggalan penyewaan kamar hotel yang seharusnya satu kamar dihuni satu anggota dewan tetapi faktanya satu kamar diisi dua orang anggota.
Dalam akta perjanjian tersebut disebutkan bahwa pihak pertama harus memberikan uang sejumlah Rp 25 juta kepada pihak kedua setiap kali ada kegiatan kunjungan kerja DPRD Kabupaten Lamongan. Juga disebutkan ketika ada penambahan kegiatan dalam kunjungan kerja maka pihak pertama akan tetap memberikan uang tambahan sebesar Rp 5 juta kepada pihak kedua.
Sebelumnya pengacara tersangka Agus Hepi menegaskan bahwa ada kemungkinan mark up dana perdin itu dilakukan Muniroh untuk memenuhi kesepakatan tersebut dan jadi awal munculnya kasus ini. Karena itu, dia akan membawa bukti akte perjanjian tersebut dalam persidangan di pengadilan.
Selain itu, adanya bukti baru ini dinilai Agus bisa mementahkan tuduhan bersalah terhadap kliennya. Tim pengacara tersangka juga keberatan atas tuduhan yang hanya melibatkan Ketua komisi padahal dalam komisi terdapat anggota yang jumlahnya lebih dari satu dan juga ditemukan ada kejanggalan penyewaan kamar hotel yang seharusnya satu kamar dihuni satu anggota dewan tetapi faktanya satu kamar diisi dua orang anggota.
Secara terpisah ketika dikonfirmasi terkait temuan bukti baru tersebut, Kasi Pidana Khusus (Kasi PidSus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan, Edy Subhan, menyatakan masih akan melakukan pendalaman terkait dengan temuan bukti baru dalam kasus korupsi anggaran perjalanan dinas (perdin) DPRD Lamongan tersebut.
“Untuk temuan kerjasama antara bu Maskuriyah dan Muniroh masih kita dalami,” ungkap Edy Subhan di kantor Kejari Lamongan, Jalan Veteran, Rabu (27/1).
Bahkan, dalam temuan bukti baru berupa akta perjanjian kerjasama perjalanan dinas DPRD melibatkan nama istri mantan Ketua DPRD Lamongan periode 2009-2014, Makin Abbas, Maskuriyah.
Maskuriyah muncul sebagai terduga baru lantaran namanya ada dalam akta perjanjian sebagai pihak pelaksana kegiatan DPRD Lamongan dengan Muniroh pemilik biro perjalanan CV. Jaya Wisata. Akta perjanjian itu terjalin mulai 15 Juni 2012 sampai tahun 2014. Dalam kesepakatan tertulis, Muniroh sebagai pihak pertama harus memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepada pihak kedua Maskuriyah.
“Kita belum tahu juga pihak-pihak itu siapa, salah satu Muniroh memang terdakwa, Maskuriyah belum tahu sebagai apa dan posisinya sebagai apa,” lanjutnya.
Pihaknya, sambung Edy, lebih memilih untuk fokus pada kasus perjalanan dinas yang sudah berjalan. Karena di fakta penyidikan belum terungkap adanya MoU perjanjian tersebut.
Dalam kasus ini, sudah empat orang dijebloskan ke tahanan, mereka adalah Jimmy Harianto mantan Ketua Komisi A, A. Fatchur mantan Ketua Komisi B dan Sulaiman mantan Ketua Komisi D. Selain ketiganya, Muniroh juga mengalami nasib serupa.
Bahkan, Edy menegaskan, meski tanpa ada temuan baru tersebut, pihaknya merasa sudah memiliki bukti kuat untuk menjebloskan para tersangka ke tahanan seperti tersangka yang lainnya.
“Kita merasa tanpa ada itupun kita sudah memiliki alat bukti yang kuat, karena perbuatan oleh terdakwa dan tersangka itupun sudah cukup, tidak ada alasan pembenar dan pemaaf,” jelasnya.
Namun, Edy mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru dalam kasus ini. Apalagi, ada bukti baru, meski itupun masih relatif.
“Kalau kemungkinan ada tersangka lain, apakah saksi-saksi atau tersangka membuka bukti seperti itu di persidangan yang mendukung bukti itu,” pungkasnya.
“Untuk temuan kerjasama antara bu Maskuriyah dan Muniroh masih kita dalami,” ungkap Edy Subhan di kantor Kejari Lamongan, Jalan Veteran, Rabu (27/1).
Bahkan, dalam temuan bukti baru berupa akta perjanjian kerjasama perjalanan dinas DPRD melibatkan nama istri mantan Ketua DPRD Lamongan periode 2009-2014, Makin Abbas, Maskuriyah.
Maskuriyah muncul sebagai terduga baru lantaran namanya ada dalam akta perjanjian sebagai pihak pelaksana kegiatan DPRD Lamongan dengan Muniroh pemilik biro perjalanan CV. Jaya Wisata. Akta perjanjian itu terjalin mulai 15 Juni 2012 sampai tahun 2014. Dalam kesepakatan tertulis, Muniroh sebagai pihak pertama harus memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepada pihak kedua Maskuriyah.
“Kita belum tahu juga pihak-pihak itu siapa, salah satu Muniroh memang terdakwa, Maskuriyah belum tahu sebagai apa dan posisinya sebagai apa,” lanjutnya.
Pihaknya, sambung Edy, lebih memilih untuk fokus pada kasus perjalanan dinas yang sudah berjalan. Karena di fakta penyidikan belum terungkap adanya MoU perjanjian tersebut.
Dalam kasus ini, sudah empat orang dijebloskan ke tahanan, mereka adalah Jimmy Harianto mantan Ketua Komisi A, A. Fatchur mantan Ketua Komisi B dan Sulaiman mantan Ketua Komisi D. Selain ketiganya, Muniroh juga mengalami nasib serupa.
Bahkan, Edy menegaskan, meski tanpa ada temuan baru tersebut, pihaknya merasa sudah memiliki bukti kuat untuk menjebloskan para tersangka ke tahanan seperti tersangka yang lainnya.
“Kita merasa tanpa ada itupun kita sudah memiliki alat bukti yang kuat, karena perbuatan oleh terdakwa dan tersangka itupun sudah cukup, tidak ada alasan pembenar dan pemaaf,” jelasnya.
Namun, Edy mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru dalam kasus ini. Apalagi, ada bukti baru, meski itupun masih relatif.
“Kalau kemungkinan ada tersangka lain, apakah saksi-saksi atau tersangka membuka bukti seperti itu di persidangan yang mendukung bukti itu,” pungkasnya.
Penulis : M Zainuddin
Editor : M Arief Budiman