BOJONEGORO,(metropantura.com) - Manusia terlahir hanya untuk menjalani garis kehidupan yang telah ditentukan oleh Sang Khalik. Hanya semangat dan tekad yang kuat menjadi modal ketika pilihan Tuhan menjadikan kita mahluk yang mendapatkan anugerah “Istimewa”.
Semangat itu yang diusung oleh 35 penyandang disabilitas di Kabupaten Bojonegoro ketika mengikuti kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Kamis, (21/1).
Sanawi Ketua Himpunan Disabilitas Kabupaten Bojonegoro ketika dikonfirmasi humas disela-sela acara pelatihan menyampaikan bahwa kekurangan dan cacat fisik bukan halangan bagi mereka untuk berkarya.
“Mereka membutuhkan perhatian bukan belas kasihan sehingga akan menjadikan para penyandang disabilitas ini bisa menjalani hidup dan berkarya,” ungkapnya.
Sanawi juga menuturkan bahwa terlahir dengan anugerah tersebut bukan perkara gampang, mental dan kepercayaan diri menjadi modal utama yang harus dimiliki agar bisa mandiri. Baginya, menjadi penyandang cacat bukan untuk menjadi kaum yang dicap dengan meminta dan harus dikasihani. Namun dengan memberikan bekal yang cukup akan menjadikan kaum difabel ini menjadi produktif.
Ia menambahkan pelatihan garmen ini diikuti oleh 35 penyandang cacat dari berbagai wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Mereka mendapatkan pelatihan memotong kain, membuat pola, menjahit, mengukur dan obras serta bordir. Pelatihan ini diharapkan menjadi bekal mereka untuk melanjutkan hidup.
Salah satu peserta yang mengikuti pelatihan tersebut adalah Gunawan, pria asal Desa Bonorejo Kecamatan Gayam ini menjadi anggota disabilitas Bojonegoro . Sebelum tahun 2010 dirinya hanyalah pengangguran kini sejak mengikuti pelatihan khusus penyandang disabilitas tahun 2013, Kini pria satu putri ini telah menekuni usaha menjahit ditempat tinggalnya.
Menurut penuturannya, Rata-rata dia mendapatkan penghasilan dari menjahi ini sebesar 2 juta rupiah setiap bulannya jika tengah ramai, dihari-hari biasa 700 ribu sudah lebih dari cukup meki dia harus berhemat.
“Kalau lagi rame ya bisa sampai dua juta sebulan, tapi kalau hari biasa rata-rata 700 ribu,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Sukamto, menjadi penyandang cacat tak membuatnya minder pria lulusan sebuah SMA di Kedungadem tahun 1997 ini tak ciut nyali dengan kondisi yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Tahun 2000 dirinya mengikuti pelatihan menjahit yang diselenggarakan oleh Pemkab Bojonegoro di BLK Dander. Kemudian dirinya menekuni usaha jahit ini. Dia menuturkan ada trik tersendiri agar warga bersedia memakai jasanya, yakni dengan mematok tarif dibawah rata-rata.
Dijelaskan jika tarif rata-rata 75 ribu rupiah untuk satu setel dirinya hanya mematok tari 35-40 ribu rupiah saja. Kini dalam satu hari dia bisa menyelesaikan 2-3 setel baju dalam satu harinya. Sukamto lebih beruntung karena kini orderan jahitannya sudah ramai. Sebagai bentuk rasa Syukur dirinya kini melatih teman-teman senasibnya untuk bisa berkarya mandiri.
“Kekuarang bukanlah halangan untuk produktif selama ada kemauan dan tak mudah menyerah. Masih banyak sodar-sodara kita yang hidup dalam kondisi yang demikian, kepedulian bukanlah rasa iba dengan menghargai hasil karya mereka dan memberi kesempatan bagi mereka untuk produktif adalah langkah yang sangat bijaksana,” serunya.
Semangat itu yang diusung oleh 35 penyandang disabilitas di Kabupaten Bojonegoro ketika mengikuti kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Kamis, (21/1).
Sanawi Ketua Himpunan Disabilitas Kabupaten Bojonegoro ketika dikonfirmasi humas disela-sela acara pelatihan menyampaikan bahwa kekurangan dan cacat fisik bukan halangan bagi mereka untuk berkarya.
“Mereka membutuhkan perhatian bukan belas kasihan sehingga akan menjadikan para penyandang disabilitas ini bisa menjalani hidup dan berkarya,” ungkapnya.
Sanawi juga menuturkan bahwa terlahir dengan anugerah tersebut bukan perkara gampang, mental dan kepercayaan diri menjadi modal utama yang harus dimiliki agar bisa mandiri. Baginya, menjadi penyandang cacat bukan untuk menjadi kaum yang dicap dengan meminta dan harus dikasihani. Namun dengan memberikan bekal yang cukup akan menjadikan kaum difabel ini menjadi produktif.
Ia menambahkan pelatihan garmen ini diikuti oleh 35 penyandang cacat dari berbagai wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Mereka mendapatkan pelatihan memotong kain, membuat pola, menjahit, mengukur dan obras serta bordir. Pelatihan ini diharapkan menjadi bekal mereka untuk melanjutkan hidup.
Salah satu peserta yang mengikuti pelatihan tersebut adalah Gunawan, pria asal Desa Bonorejo Kecamatan Gayam ini menjadi anggota disabilitas Bojonegoro . Sebelum tahun 2010 dirinya hanyalah pengangguran kini sejak mengikuti pelatihan khusus penyandang disabilitas tahun 2013, Kini pria satu putri ini telah menekuni usaha menjahit ditempat tinggalnya.
Menurut penuturannya, Rata-rata dia mendapatkan penghasilan dari menjahi ini sebesar 2 juta rupiah setiap bulannya jika tengah ramai, dihari-hari biasa 700 ribu sudah lebih dari cukup meki dia harus berhemat.
“Kalau lagi rame ya bisa sampai dua juta sebulan, tapi kalau hari biasa rata-rata 700 ribu,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Sukamto, menjadi penyandang cacat tak membuatnya minder pria lulusan sebuah SMA di Kedungadem tahun 1997 ini tak ciut nyali dengan kondisi yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Tahun 2000 dirinya mengikuti pelatihan menjahit yang diselenggarakan oleh Pemkab Bojonegoro di BLK Dander. Kemudian dirinya menekuni usaha jahit ini. Dia menuturkan ada trik tersendiri agar warga bersedia memakai jasanya, yakni dengan mematok tarif dibawah rata-rata.
Dijelaskan jika tarif rata-rata 75 ribu rupiah untuk satu setel dirinya hanya mematok tari 35-40 ribu rupiah saja. Kini dalam satu hari dia bisa menyelesaikan 2-3 setel baju dalam satu harinya. Sukamto lebih beruntung karena kini orderan jahitannya sudah ramai. Sebagai bentuk rasa Syukur dirinya kini melatih teman-teman senasibnya untuk bisa berkarya mandiri.
“Kekuarang bukanlah halangan untuk produktif selama ada kemauan dan tak mudah menyerah. Masih banyak sodar-sodara kita yang hidup dalam kondisi yang demikian, kepedulian bukanlah rasa iba dengan menghargai hasil karya mereka dan memberi kesempatan bagi mereka untuk produktif adalah langkah yang sangat bijaksana,” serunya.
Penulis : Sandi Suswondo
Editor : M Arief Budiman