Diduga Melakukan Korupsi Pembangunan Pasar Blimbing
LAMONGAN,(metropantura.com) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Lamongan yang terdiri dari tiga gabungan yakni Pengurus Komisariat Staidra, Sunan Drajat Lamongan, Stitaf dan Unisda melakukan aksi di depan kantor Kejaksaan Negeri (kejari) dan Gedung DPRD Lamongan untuk menyoroti adanya dugaan kasus korupsi pada pembangunan revitalisasi pasar Blimbing. Selasa (9/2).
Selain terjadi kecurangan, mereka juga menilai bahwa terdapat kejanggalan pada proses pembangunan revitalisasi Pasar tradisional Blimbing yang dimulai pada Juli 2015 yang menelan anggaran lebih dari 9,7 milyar yang berasal dari APBD tersebut.
Dalam orasinya, mereka (Massa PMII. red) mengungkapkan bahwa terdapat banyak kejanggalan ketidaksesuaian antara material bangunan yang digunakan dengan material yang tercantum pada perencanaan atau Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Kami menemukan banyak material yang tidak sesuai, mulai dari sloof sampai atap semua kualitasnya tidak bagus alias buruk,” koar Ali, salah satu orator.
Ali membeberkan, Ukuran beton dalam perjanjian kontrak untuk kerangka sloof 185K, cakar ayam 225K, dak lantai depan 120K. akan tetapi pada realisasinya ada yang tidak sesuai, yakni sloof 185K, cakar ayam 100K, dan dak lantai 100K, serta gavalum yang lebih tipis dari semestinya.
Selain itu, Hanif, selaku korlap aksi tersebut menambahkan bahwa kecurangan lain juga terjadi pada ukuran besi, yang semestinya D16 ternyata menggunakan U10, Blandar yang berukuran 0.8 digantikan 0.4, ketebalan elevasi pondasi yang hilang sepanjang 25cm, rabat beton yang ketebalannya kurang dari 5cm, urugan di bagian bawah pondasi yang semestinya menggunakan pasir diganti dengan tumpukan sampah, ketebalan pipa yang tidak sesuai, meniadakan tembok pembatas pasar dengan rumah warga, respang kuda-kuda, sumur serapan, dan saluran air bagian tengah yang seharusnya dikerjakan.
Untuk itu, mereka menuntut kepada Kejari Lamongan agar menindak lanjuti kasus tersebut, yakni Bambang Kurniadi pemilik PT. Srikandi Dua Putri selaku rekanan yang mengerjakan proyek tersebut dan Konsultan perencanaan pembangunan higga mendapatkan keputusan pengadilan.
Tak menunggu lama, massa Pmii akhirnya ditemui Kasi Intel kejari Lamongan, Budiyanto. Di depan massa pendemo Budiyanto berjanji akan segera memproses dan menyelidiki pihak rekanan terkait permintaan dari tuntutan massa Pmii atas dugaan kecurangan pembangunan yang terjadi di Pasar Blimbing.
”Pada intinya terkait tuntutan itu, nanti akan segera kami pelajari terlebih dahulu selanjutnya akan memproses dan memanggil pihak rekanan terkait tuntutan massa Pmii atas dugaan kecurangan pembangunan yang terjadi di Pasar Blimbing,”ungkap Budi.
Selain itu massa Pmii juga meminta kepada Komisi C DPRD untuk lebih serius dalam melakukan pengawasan. Meminta bupati untuk mem-blacklist pihak rekanan dan konsultannya, serta meminta agar revitalisasi pasar belimbing dilakukan secara maksimal, sesuai dengan perencanaannya.
Terpisah, kepala inspektorat Lamongan, Agus Suyanto saat dikonfirmasi terkait beberapa proyek yang mengalami keterlambatan dan diduga tak sesuai spesifikasi dan bastek serta RAB mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan tindakan berupa melayangkan surat kepada SKPD untuk memberitahukan bahwa apabila dalam pembangunan proyek mengalami ketidakberesan maka satuan kerja (Satker) atau SKPD lah yang berwenang untuk memberikan sanksi.
“Proyek yang telat-telat itu sudah saya surati semua kepada SKPD, apabila mengalami keterlambatan harus ditindak sesuai dengan ketentuan. Karena itu adalah kewenangan dari Satuan Kerja SKPD masing-masing,”beber Agus.
Ia menambahkan, sebelum jangka waktu SPK selesai tepatnya pada akhir Desember 2015, pihaknya beserta tim telah menemukan beberapa kekurangan dalam pembangunannya dan hal itu sudah disampaikan kepada SKPD yang menangani pekerjaan tersebut.
“Sebelum massa SPK selesai, saya turun dengan tim dan menemukan beberapa kekurangan. Namun, sudah saya sampaikan kepada SKPD terkait yang menangani pekerjaan itu. Apabila tidak bisa diselesaikan maka harus dikenakan denda sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku,” imbuhnya.
Agus suyanto menambahkan jika pihak rekanan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan atau hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan perencanaan RAB. Maka yang berhak melakukan blacklist terhadap rekanan tersebut adalah Satuan Kerja atau SKPD terkait. Karena kapasitas Inspektorat hanyalah memberikan rekomendasi.
“Rekomendasi yang paling tegas ya terkait keterlambatan itu harus didenda sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. Apabila memamng pekerjaan itu tidak sesuai, dan mengalami keterlambatan maka yang berhak melakukan blacklist ya SKPD terkait yakni Diskoperindakop. Karena, kita ndak punya kewenangan. Kita hanya memberikan rekomendasi dan menyampaikan terkait adanya kekurangan-kekurangan kepada SKPD selaku yang mengerjakan dan yang punya tanggung jawab ya skpd selaku satkernya.” Pungkasnya.
Agus Suyanto berharap rekanan/PT selaku yang mengerjakan pekerjaan proyek tersebut harus diselesaikan sesuai dengan spesifikasi dan bestek dan tidak mengurangi kualitas bangunanya. Dan kalau tidak selesai tepat waktu ya di denda sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dan itu yang melakukan SKPD terkait.
Sementara itu Khusnul khotimah selaku kabid perdagangan Diskoperindagkop Lamongan ketika dikonfirmasi berkenaan tentang proses pencairan anggaran pasar Blimbing mengatakan bahwa anggaran tersebut sudah dicairkan 100% kepada pihak rekanan.
“Anggaran itu sudah selesai kita cairkan 100%. Iya mas sudah kita cairkan. Saat Itu kan akhir tahun dan mau tutup tahun tapi kan kita tahan terus kita denda,”bebernya.
Anehnya, Khusnul mengakui bahwa uang tersebut memang sudah dicairkan oleh perindakop ke rekening rekanan atau PT. Akan tetapi uang tersebut tidak bisa diambil oleh pihak rekanan dikarenakan pekerjaanya belum selesai dan akan dikenakan denda.
”Uang itu kami cairkan ke rekening PT selaku rekanan melalui Bank Jatim akan tetapi uang tersebut tidak bisa dicairkan dan diambil oleh rekanan ketika pekerjaanya belum selesai dan pengambilan uang itu ya harus sepengetahuan dari kami karena akan kami kenakan denda keterlambatan,”akunya
Ketika disinggung terkait proses pencairan serta aturan yang memperbolehkan ketika pekerjaan belum selesai namun anggaranya sudah dicairkan 100%, Khusnul khotimah justru terkesan bungkam dan enggan untuk menjawabnya serta berdalih masih sibuk dengan kerjaanya.
Penulis : M Zainuddin
Editor : M Arief Budiman