LAMONGAN,(metropantura.com) - Tingginya curah hijan akhir-akhir ini membuat beberapa wilayah di Kabupaten Lamongan direndam banjir. Tidak hanya di Kecamatan babat, banjir juga merendam wilayah Lamongan lainnya, yakni Kecamatan turi.
Menurut data yang dihimpun, di Kecamatan Turi sendiri ada empat Desa yang terendam banjir. Diantaranya adalah Desa Tiwet, Desa Bojoasri, Desa Pucangro serta Desa Jalakcatur.
Akibatnya, sebanyak 25 rumah, satu Sekolah Dasar (SDN 1 tiwet), dan tambak seluas 52 hektare di Desa Tiwet terendam banjir sekitar 5 cm hingga 10 cm. Untuk Desa Pucangro ada 36 rumah serta 167 hektare tambak dan sawah yang terendam.
Banjir lebih parah terjadi di dua Desa lainnya, yakni Desa Bojoasri dan Jalakcatur. Untuk di Desa Bojoasri, ada sebanyak 125 rumah warga, satu sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan tambak seluas 283 Hektare. Sementara di Desa Jalakcatur, sebanyak 174 rumah, tiga masjid, satu Paud (Pendidikan Anak Usia Dini), satu SD, satu MI, 163 hektare tambak, serta jalan sepanjang 3 kilometer terendam banjir.
Menurut keterangan Kadis, salah satu warga Desa Jalakcatur, sudah tiga hari terakhir tempat tinggalnya terendam banjir. Dirinya tidak dapat memastikan kapan banjir tersebut akan surut, pasalnya kalau banjir sudah datang biasanya berlangsung lama. bahkan pada tahun 2015 lalu, rumahnya terendam selama empat bulan.
“Memang setiap tahun ya seperti ini, tapi kalau untuk sekarang ini sudah tiga hari. Penyebabnya hujan. Saya tidak tahu kapan surutnya, kalo sudah banjir kayak gini biasanya lama, bisa-bisa 4 bulan, seperti tahun 2015 kemarin.” Tutur Kadis kepada awak media. Selasa (1/3).
Meski rumahnya terendam, Kadis tetap memilih untuk tinggal di rumahnya daripada mengungsi. Pasalnya setiap tahun wilayah tersebut memang menjadi langganan banjir, sehingga dirinya sudah terbiasa dengan keadaan tersebut.
“Saya tidak mengungsi, sudah biasa setiap tahun seperti ini,” bebernya.
Pria setengah baya tersebut menambahkan, bahwa hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Lamongan masih belum memberikan bantuannya. Ia sangat berharap jalan Desanya lebih di tinggikan lagi. Sehingga ketika banjir datang, aktifitas warga tidak terganggu.
“Kalo untuk sekarang belum ada bantuan dari pemerintah. Harapannya ya jalannya minta diuruk (di tinggikan lagi).” Harapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Masiran, warga setempat. Ia mengatakan bahwa belum ada tindakan apapun dari Dinas Kesehatan, padahal warga sudah banyak yang mulai merasakan gatal-gatal pada kulit yang diakibatkan oleh banjir tersebut.
“sekarang ini sudah banyak yang mulai merasakan gatal-gatal pak, tapi dari Dinas Kesehatan belum ada penanganan,” ungkap Masiran.
Sementara itu, akibat banjir yang melanda, ia beserta warga lainnya harus merugi hingga belasan juta rupiah, karena ikan yang ada di dalam tambak banyak yang lepas.
“Ikan yang ada di tambah itu lepas semua pak, kalo di hitung-hitung kerugian untuk satu hektarnya sekitar 15 juta,” pungkasnya.
Penulis : M Zainuddin
Editor : M Arief Budiman
Menurut data yang dihimpun, di Kecamatan Turi sendiri ada empat Desa yang terendam banjir. Diantaranya adalah Desa Tiwet, Desa Bojoasri, Desa Pucangro serta Desa Jalakcatur.
Akibatnya, sebanyak 25 rumah, satu Sekolah Dasar (SDN 1 tiwet), dan tambak seluas 52 hektare di Desa Tiwet terendam banjir sekitar 5 cm hingga 10 cm. Untuk Desa Pucangro ada 36 rumah serta 167 hektare tambak dan sawah yang terendam.
Banjir lebih parah terjadi di dua Desa lainnya, yakni Desa Bojoasri dan Jalakcatur. Untuk di Desa Bojoasri, ada sebanyak 125 rumah warga, satu sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan tambak seluas 283 Hektare. Sementara di Desa Jalakcatur, sebanyak 174 rumah, tiga masjid, satu Paud (Pendidikan Anak Usia Dini), satu SD, satu MI, 163 hektare tambak, serta jalan sepanjang 3 kilometer terendam banjir.
Menurut keterangan Kadis, salah satu warga Desa Jalakcatur, sudah tiga hari terakhir tempat tinggalnya terendam banjir. Dirinya tidak dapat memastikan kapan banjir tersebut akan surut, pasalnya kalau banjir sudah datang biasanya berlangsung lama. bahkan pada tahun 2015 lalu, rumahnya terendam selama empat bulan.
“Memang setiap tahun ya seperti ini, tapi kalau untuk sekarang ini sudah tiga hari. Penyebabnya hujan. Saya tidak tahu kapan surutnya, kalo sudah banjir kayak gini biasanya lama, bisa-bisa 4 bulan, seperti tahun 2015 kemarin.” Tutur Kadis kepada awak media. Selasa (1/3).
Meski rumahnya terendam, Kadis tetap memilih untuk tinggal di rumahnya daripada mengungsi. Pasalnya setiap tahun wilayah tersebut memang menjadi langganan banjir, sehingga dirinya sudah terbiasa dengan keadaan tersebut.
“Saya tidak mengungsi, sudah biasa setiap tahun seperti ini,” bebernya.
Pria setengah baya tersebut menambahkan, bahwa hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Lamongan masih belum memberikan bantuannya. Ia sangat berharap jalan Desanya lebih di tinggikan lagi. Sehingga ketika banjir datang, aktifitas warga tidak terganggu.
“Kalo untuk sekarang belum ada bantuan dari pemerintah. Harapannya ya jalannya minta diuruk (di tinggikan lagi).” Harapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Masiran, warga setempat. Ia mengatakan bahwa belum ada tindakan apapun dari Dinas Kesehatan, padahal warga sudah banyak yang mulai merasakan gatal-gatal pada kulit yang diakibatkan oleh banjir tersebut.
“sekarang ini sudah banyak yang mulai merasakan gatal-gatal pak, tapi dari Dinas Kesehatan belum ada penanganan,” ungkap Masiran.
Sementara itu, akibat banjir yang melanda, ia beserta warga lainnya harus merugi hingga belasan juta rupiah, karena ikan yang ada di dalam tambak banyak yang lepas.
“Ikan yang ada di tambah itu lepas semua pak, kalo di hitung-hitung kerugian untuk satu hektarnya sekitar 15 juta,” pungkasnya.
Penulis : M Zainuddin
Editor : M Arief Budiman