LAMONGAN,(metropantura.com) - Sutrisno (56), Kepala Desa Bakalanpule Kecamatan tikung kini harus berurusan dengan pihak berwajib setelah dilaporkan oleh Subandi (31), Warga setempat, atas diduga pembuatan tiga buah Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) palsu.
Kejadian tersebut terjadi pada Rabu 23 Februari 2005 silam, namun kejanggalan tersebut baru diketahui Subandi pada akhir tahun lalu, tepatnya pada bulan Desember 2015, saat dirinya menerima APHB tersebut dari staf Kecamatan Tikung.
“Kejadiannya itu tahun 2005, tanggal 23 Februari, saya mengetahui itu bulan desember 2015,” terang Subandi, Kamis (28/4).
Dalam APHB yang masing-masing dengan nomor 07/TKO/11/2005, 08/TKO/11/2005, dan 09/TKO/11/2005 tersebut terdapat tanda tangan atas nama saksi Jayus (48) yang telah dipalsukan.
Dari kejanggalan temuan data tersebut muncul dugaan kuat bahwa peralihan tersebut tidak pernah terjadi. Pasalnya, Djum (almarhum) yang tak lain adalah Ibu kandung Subandi tidak pernah melakukan legalisasi dalam bentuk Cap Jempol seperti yang tertera pada Akta tersebut melainkan menggunakan tanda tangan pada umumnya.
“Setelah saya klarifikasi kepada saksi atas nama Jayus, itu juga ndak pernah tanda tangan, ndak pernah menyaksikan, jadi kuat dugaan bahwa tidak pernah terjadi cap jempol APHB tersebut. Saya berharap pelaku pemalsuan akta tersebut segera diadili dengan seadil-adilnya, sesuai dengan Undang-undang yang berlaku,” harap Subandi.
Atas kejadian tersebut, Subandi yang merupakan ahli waris dari Djum (almarhum) merasa dirugikan dan melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Lamongan dan saat ini kasus tersebut sudah dalam penanganan Unit empat Polres Lamongan.
“Saat ini kasus tersebut sudah ditangani unit empat dan untuk selanjutnya saudara pelapor akan dimintai keterangan. Sedangkan pihak terlapor akan segera kami panggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan lebih lanjut terkait kasus yang dilaporkan ini,” beber Kabag Humas Polres Lamongan, Ipda Raksan.
Kejadian tersebut terjadi pada Rabu 23 Februari 2005 silam, namun kejanggalan tersebut baru diketahui Subandi pada akhir tahun lalu, tepatnya pada bulan Desember 2015, saat dirinya menerima APHB tersebut dari staf Kecamatan Tikung.
“Kejadiannya itu tahun 2005, tanggal 23 Februari, saya mengetahui itu bulan desember 2015,” terang Subandi, Kamis (28/4).
Dalam APHB yang masing-masing dengan nomor 07/TKO/11/2005, 08/TKO/11/2005, dan 09/TKO/11/2005 tersebut terdapat tanda tangan atas nama saksi Jayus (48) yang telah dipalsukan.
Dari kejanggalan temuan data tersebut muncul dugaan kuat bahwa peralihan tersebut tidak pernah terjadi. Pasalnya, Djum (almarhum) yang tak lain adalah Ibu kandung Subandi tidak pernah melakukan legalisasi dalam bentuk Cap Jempol seperti yang tertera pada Akta tersebut melainkan menggunakan tanda tangan pada umumnya.
“Setelah saya klarifikasi kepada saksi atas nama Jayus, itu juga ndak pernah tanda tangan, ndak pernah menyaksikan, jadi kuat dugaan bahwa tidak pernah terjadi cap jempol APHB tersebut. Saya berharap pelaku pemalsuan akta tersebut segera diadili dengan seadil-adilnya, sesuai dengan Undang-undang yang berlaku,” harap Subandi.
Atas kejadian tersebut, Subandi yang merupakan ahli waris dari Djum (almarhum) merasa dirugikan dan melaporkan kejadian tersebut ke Mapolres Lamongan dan saat ini kasus tersebut sudah dalam penanganan Unit empat Polres Lamongan.
“Saat ini kasus tersebut sudah ditangani unit empat dan untuk selanjutnya saudara pelapor akan dimintai keterangan. Sedangkan pihak terlapor akan segera kami panggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan lebih lanjut terkait kasus yang dilaporkan ini,” beber Kabag Humas Polres Lamongan, Ipda Raksan.
Penulis : M Zainuddi
Editor : M arief Budimam