GRESIK,(metropantura.com) - Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen untuk memperoleh haknya secara adil dan berimbang berdasarkan undang undang, Komisi A DPRD Gresik yang membidangi hukum dan pemerintahan tersebut mulai menggelar public hearing Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait aturan perlindungan konsumen di ruang rapat Komisi A DPRD Kabupaten Gresik. Senin (25/4)
Komisi A DPRD Gresik yang melakukan pengmkajian tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Konsumen langsung melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan dinas terkait.
Rapat itu digelar bertujuan untuk mensinkronisasikan kajian apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi draft raperda tersebut untuk dijadikan Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum oleh konsumen.
Hal itu diungkapkan Wakil ketua Komisi A DPRD Gresik, Mujid Riduan mengatakan, raperda itu diproyeksikan mampu menjadi dasar payung hukum perlindungan bagi masyarakat di Gresik setelah finalisasi nanti.
“Saya sangat setuju dengan adanya Raperda Perlindungan Konsumen ini. Kami akan berusaha semaksimal mungkin berusaha untuk mendorong terus agar raperda ini bisa disahkan menjadi Perda nantinya,” Ujar Mujid kepada awak media seusai rapat Raperda tersebut digelar.
Dikatakan lebih lanjut oleh Politisi senior dari Partai PDIP ini juga menegaskan, untuk melindungi konsumen tanpa ada salah satu pihak yang dirugikan, pihaknya menyarankan Pemkab Gresik untuk membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai bentuk kerja nyata Pemkab Gresik dalam melindungi konsumen.
“BPSK penting untuk dibentuk seperti halnya di daerah lain, BPSK-nya itu nantinya dituntut bekerja secara maksimal untuk masyarakat sebagai konsumen bisa dilindungi secara hukum,” tegas Mujid.
Karena selama ini konsumen lebih banyak dirugikan, dimanfaatkan dan diperdaya oleh pemodal melalui penyedia jasa maupun penyedia barang." tambahnya.
Dalam hal ini, Mujid menyebutkan jika merunut pada amanat UU No 8 Tahun 1999 maka, pelanggaran terkait perlindungan konsumen, sanksi hukum yang mengikatnya sangat berat bagi pengelola jasa.
Komisi A DPRD Gresik yang melakukan pengmkajian tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Konsumen langsung melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan dinas terkait.
Rapat itu digelar bertujuan untuk mensinkronisasikan kajian apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi draft raperda tersebut untuk dijadikan Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum oleh konsumen.
Hal itu diungkapkan Wakil ketua Komisi A DPRD Gresik, Mujid Riduan mengatakan, raperda itu diproyeksikan mampu menjadi dasar payung hukum perlindungan bagi masyarakat di Gresik setelah finalisasi nanti.
“Saya sangat setuju dengan adanya Raperda Perlindungan Konsumen ini. Kami akan berusaha semaksimal mungkin berusaha untuk mendorong terus agar raperda ini bisa disahkan menjadi Perda nantinya,” Ujar Mujid kepada awak media seusai rapat Raperda tersebut digelar.
Dikatakan lebih lanjut oleh Politisi senior dari Partai PDIP ini juga menegaskan, untuk melindungi konsumen tanpa ada salah satu pihak yang dirugikan, pihaknya menyarankan Pemkab Gresik untuk membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai bentuk kerja nyata Pemkab Gresik dalam melindungi konsumen.
“BPSK penting untuk dibentuk seperti halnya di daerah lain, BPSK-nya itu nantinya dituntut bekerja secara maksimal untuk masyarakat sebagai konsumen bisa dilindungi secara hukum,” tegas Mujid.
Karena selama ini konsumen lebih banyak dirugikan, dimanfaatkan dan diperdaya oleh pemodal melalui penyedia jasa maupun penyedia barang." tambahnya.
Dalam hal ini, Mujid menyebutkan jika merunut pada amanat UU No 8 Tahun 1999 maka, pelanggaran terkait perlindungan konsumen, sanksi hukum yang mengikatnya sangat berat bagi pengelola jasa.
“Umpamanya ketika masuk di supermarket dan ada tulisan ‘barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan lagi’ itu tidak boleh. Kalau amanat UU dijalankan maka sanksi lima tahun penjara bagi penyedia jasa yang bersangkutan,” Ujarnnya.
Selain itu masih kata Mujid, dikhawatirkan tatkala ada konsumen yang membeli barang namun masanya yang sudah kadarluarsa dan atau ekspaiet maka pihak penyedia jasa harus bertanggungjawab terhadap barang yang sudah terlanjur dibeli oleh konsumen.
“Apalagi jika kita membeli barang yang sudah kadaluarsa, terus kita melaporkan maka juga dikenai sanksi lima tahun penjara. Jadi harus sinkron bagi penyedia jasa dengan konsumen, jangan hanya asal dagang saja,” kritiknya.
Tidak hanya itu saja dalam pembahasan Raperda tantang perlindungan konsumen. Mujid Riduan menyampaikan termasuk jenis usaha pendanaan modal misalnya, pendanaan jual beli sepeda motor, jual beli online dan perdagangan perumahan.
"Kalau semua itu sudah diatur dalam undang undang kita yakin masyarakat kususnya konsumen akan benar benar terlindungi. Makannya sesegera mungkin Raperda ini di finalisasikan dan draf kita sempurnakan dalam penyempurnaan perda perlindungan konsumen ini," Pungkasnya.
Selain itu masih kata Mujid, dikhawatirkan tatkala ada konsumen yang membeli barang namun masanya yang sudah kadarluarsa dan atau ekspaiet maka pihak penyedia jasa harus bertanggungjawab terhadap barang yang sudah terlanjur dibeli oleh konsumen.
“Apalagi jika kita membeli barang yang sudah kadaluarsa, terus kita melaporkan maka juga dikenai sanksi lima tahun penjara. Jadi harus sinkron bagi penyedia jasa dengan konsumen, jangan hanya asal dagang saja,” kritiknya.
Tidak hanya itu saja dalam pembahasan Raperda tantang perlindungan konsumen. Mujid Riduan menyampaikan termasuk jenis usaha pendanaan modal misalnya, pendanaan jual beli sepeda motor, jual beli online dan perdagangan perumahan.
"Kalau semua itu sudah diatur dalam undang undang kita yakin masyarakat kususnya konsumen akan benar benar terlindungi. Makannya sesegera mungkin Raperda ini di finalisasikan dan draf kita sempurnakan dalam penyempurnaan perda perlindungan konsumen ini," Pungkasnya.
Penulis : Mochamad S
Editor : M Arief Budiman