GRESIK,(metropantura.com) - Rapat paripurna dengan agenda Penyampaian Laporan Pansus Kode Etik di ruang paripurna gedung DPRD diwarnai gegeran(adu pendapat) soal pasal-pasal yang ada dalam draf Kode Etik DPRD Gresik, Selasa(19/4).
Paripurna dipimpin Ketua DPRD Gresik, Ir. H. Abdul Hamid itu, anggota DPRD saling adu pendapat, protes, bahkan minta agar pasal tertentu didrop(dicabut), karena dianggap akan menimbulkan banyak penafsiran dan dianggap sudah mafhum.
Beberapa pasal yang paling sengit dijadikan perdebatan antara anggota DPRD Gresik adalah, pasal 25 ayat 4 yang berisikan, bahwa dalam rapat paripurna anggota DPRD Gresik laki-laki pakai kopiah, sementara anggota DPRD perempuan menyesuaikan. " Saya memertanyakan pasal yang mengatur soal kopiah tersebut. Apa dasar hukumnya, dan historisnya pasal itu diadakan.
Dan, apakah kopiah itu masuk kategori busana, "tanya anggota FKB, Moh. Syafi'am.
Lontaran pertanyaan Syafi'am itu pun akhirnya ditanggapi beragam oleh anggota DPRD lain hingga Ketua DPRD, Hamid, sehingga terjadi adu argumen.
Anggota Pansus Kode Etik asal FPDIP, Nur Hudi misalnya, dia menyatakan, sebagai anggota Pansus Kode Etik, bahwa dirinya yang mengusulkan agar anggota DPRD laki-laki saat paripurna mengenakan kopiah.
Filosofinya, Gresik ini kota santri dan kota wali. Sehingga, pemakaian kopiah itu selain menunjukkan konten Gresik, juga agar anggota DPRD terlihat rapi dan seragam. " Gresik ini kota santri. Makanya, kita tunjukkan konten Gresik ini," kata Nur Hudi.
Jumanto, anggota Pansus Kode Etik lain yang juga asal FPDIP menyatakan, latar belakang pasal kopiah ini dimunculkan selain karena Gresik ini kota santri dan wali, juga untuk menggeliatkan roda UMKM(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang bergerak dalam industri perkopiahan. " Kopiah Gresik ini sudah terkenal dan dipakai banyak masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri. Masak kita rapat paripirna saja gak sepakat pakai kopiah," cetusnya.
Sementara Ketua DPRD Gresik, Abdul Hamid menanggapi pertanyaan soal kopiah itu apakah masuk kategori busana menyatakan, bahwa dirinya pernah membaca histori, bahwa pada saat Presiden RI ke-I, Soekarno, dinyatakanb bahwa kopiah itu masuk dalam busana nasional.
Anggota FPG, Markasim Halim Widiyanto yang tidak ingin perdebatan soal pasal kopiah itu berlarut meminta kepada pimpinan rapat agar perdebatan itu disudahi. " Pak pimpinan sidang, saya minta perdebatan ini disudahi. Malu kita berdebat soal kopiah. Wong persoalan lain saja tidak kita perdebatkan," selorohnya.
Ketua Pansus Kode Etik DPRD Gresik, Zulfan Hasyim menyatakan, bahwa pasal yang tertuang dalam Kode Etik DPRD Gresik hingga finalisasi pembahasan, tidak ada tanggapan dari 7 fraksi maupun anggota Pansus terhadap apa yang dihasilkan oleh pansus.
Karena itu, draft Kode Etik tersebut sebelum disampaikan dalam rapat paripurna dianggap sudah tidak ada persolan.
Terakit pasal 25 yat 4 yang mengatur soal paripurna anggota DPRD Gresik laki-laki berkopiah, bahwa sebagai kabupaten yang penduduknya muslim, malu dengan daerah lain yang penduduknya tidak mayoritas muslim. "DPRD Kota Denpasar yang penduduknya bukan mayoritas muslim pada saat paripurna anggota laki-lakinya berkopiah. Masak yang mayoritas muslim kalah dengan mereka," cetusnya.
Selain soal pasal kopiah, paripurna Pansus Kode Etik itu juga diwarnai perdebatan soal pasal-pasal yang mengatur soal skors paripurna selama 5 menit dan 30 menit saat masuk adzan waktu salat wajib, pasal yang pengertiannya dianggap bias, menyampaikan komentar bagi anggota DPRD yang tidak mengikuti rapat dan kegiatan kepada wartawan dan pasal yang melarang berprasangka buruk.
Paripurna dipimpin Ketua DPRD Gresik, Ir. H. Abdul Hamid itu, anggota DPRD saling adu pendapat, protes, bahkan minta agar pasal tertentu didrop(dicabut), karena dianggap akan menimbulkan banyak penafsiran dan dianggap sudah mafhum.
Beberapa pasal yang paling sengit dijadikan perdebatan antara anggota DPRD Gresik adalah, pasal 25 ayat 4 yang berisikan, bahwa dalam rapat paripurna anggota DPRD Gresik laki-laki pakai kopiah, sementara anggota DPRD perempuan menyesuaikan. " Saya memertanyakan pasal yang mengatur soal kopiah tersebut. Apa dasar hukumnya, dan historisnya pasal itu diadakan.
Dan, apakah kopiah itu masuk kategori busana, "tanya anggota FKB, Moh. Syafi'am.
Lontaran pertanyaan Syafi'am itu pun akhirnya ditanggapi beragam oleh anggota DPRD lain hingga Ketua DPRD, Hamid, sehingga terjadi adu argumen.
Anggota Pansus Kode Etik asal FPDIP, Nur Hudi misalnya, dia menyatakan, sebagai anggota Pansus Kode Etik, bahwa dirinya yang mengusulkan agar anggota DPRD laki-laki saat paripurna mengenakan kopiah.
Filosofinya, Gresik ini kota santri dan kota wali. Sehingga, pemakaian kopiah itu selain menunjukkan konten Gresik, juga agar anggota DPRD terlihat rapi dan seragam. " Gresik ini kota santri. Makanya, kita tunjukkan konten Gresik ini," kata Nur Hudi.
Jumanto, anggota Pansus Kode Etik lain yang juga asal FPDIP menyatakan, latar belakang pasal kopiah ini dimunculkan selain karena Gresik ini kota santri dan wali, juga untuk menggeliatkan roda UMKM(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang bergerak dalam industri perkopiahan. " Kopiah Gresik ini sudah terkenal dan dipakai banyak masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri. Masak kita rapat paripirna saja gak sepakat pakai kopiah," cetusnya.
Sementara Ketua DPRD Gresik, Abdul Hamid menanggapi pertanyaan soal kopiah itu apakah masuk kategori busana menyatakan, bahwa dirinya pernah membaca histori, bahwa pada saat Presiden RI ke-I, Soekarno, dinyatakanb bahwa kopiah itu masuk dalam busana nasional.
Anggota FPG, Markasim Halim Widiyanto yang tidak ingin perdebatan soal pasal kopiah itu berlarut meminta kepada pimpinan rapat agar perdebatan itu disudahi. " Pak pimpinan sidang, saya minta perdebatan ini disudahi. Malu kita berdebat soal kopiah. Wong persoalan lain saja tidak kita perdebatkan," selorohnya.
Ketua Pansus Kode Etik DPRD Gresik, Zulfan Hasyim menyatakan, bahwa pasal yang tertuang dalam Kode Etik DPRD Gresik hingga finalisasi pembahasan, tidak ada tanggapan dari 7 fraksi maupun anggota Pansus terhadap apa yang dihasilkan oleh pansus.
Karena itu, draft Kode Etik tersebut sebelum disampaikan dalam rapat paripurna dianggap sudah tidak ada persolan.
Terakit pasal 25 yat 4 yang mengatur soal paripurna anggota DPRD Gresik laki-laki berkopiah, bahwa sebagai kabupaten yang penduduknya muslim, malu dengan daerah lain yang penduduknya tidak mayoritas muslim. "DPRD Kota Denpasar yang penduduknya bukan mayoritas muslim pada saat paripurna anggota laki-lakinya berkopiah. Masak yang mayoritas muslim kalah dengan mereka," cetusnya.
Selain soal pasal kopiah, paripurna Pansus Kode Etik itu juga diwarnai perdebatan soal pasal-pasal yang mengatur soal skors paripurna selama 5 menit dan 30 menit saat masuk adzan waktu salat wajib, pasal yang pengertiannya dianggap bias, menyampaikan komentar bagi anggota DPRD yang tidak mengikuti rapat dan kegiatan kepada wartawan dan pasal yang melarang berprasangka buruk.
Penulis : Mochamad S
Editor : M Arief Budiman