LAMONGAN,(metropantura.com) - Predikat lumbung pangan nampaknya tidak membuat terlena Pemerintah Kabupaten Lamongan, pasalnya untuk mempertahankan predikat tersebut, Pemkab terus berbenah diantaranya melakukan inovasi melalui program-program terkait ketahanan pangan. Salah satu program yang saat ini sedang digalakkan adalah Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Program tersebut setidaknya merupakan perpanjangan tangan Pemkab dalam memberikan edukasi bagi masyarakat untuk meningkatkan keanekaragaman pangan, menjaga kualitas pangan agar jauh dari cemaran zat-zat berbahaya dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Program tersebut dijalankan melalui pemanfaatan pekarangan rumah untuk menanam tanaman yang biasa dikonsumsi dan mengolahnya menjadi produk lain dengan nilai tambah.
Kegiatan yang bermula sejak tahun 2009 tersebut, hingga tahun ini terus dijalankan di bawah pengawasan Badan Ketahanan Pangan.
Saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (5/10), Istinaroh menjabarkan, ”Bahwa program ini sudah dimulai sejak tahun 2009 dan didanai oleh APBN, sehingga kami terus melakukan pembinaan masyarakat untuk mewujudkan penganekaragaman pangan di wilayah Lamongan yang dimana dari tahun ke tahun lahan pertanian semakin sempit. Sehingga membutuhkan strategi untuk dapat menjaga ketahanan pangan salah satunya dengan program P2KP ini.”, jelas wanita yang menjabat Kepala Seksi Penganekaragaman dan Gizi Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lamongan tersebut.
Dikatakan olehnya, bagi kelompok percontohan program P2KP berasal dari berbagai desa di Kabupaten Lamongan yang masing-masing kelompok terdiri dari 20 orang anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan direkomendasikan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
Sehingga lanjut Istinaroh, Nantinya kelompok-kelompok tersebut akan dibina untuk mengembangkan pembibitan di lokasi pekarangan, kemudian hasil dari pekarangan tersebut diolah kembali menjadi produk yang bernilai tambah dan dapat menjadi alternatif konsumsi pangan di masyarakat.
Tak hanya itu, dijelaskan lebih lanjut salah satu PPL yang didaulat untuk membina dalam program P2KP tersebut mengakui setelah adanya program P2KP telah membawa perubahan di masyarakat.
Ia menconcohkan, salah satu kelompok di Desa Pangean, Kecamatan Maduran, telah dapat menghasilkan produk tepung mokaf yang merupakan olahan dari hasil pekarangan singkong.
“Program tersebut sangat mengena di masyarakat sehingga kini di Desa Pangean, terdapat pengolahan pangan dari umbi untuk antisipasi rawan pangan, kini kelompok tersebut mampu mengolah singkong menjadi tepung mokaf dan daerah tersebut kini sudah menjadi sentra penghasil tepung Mokaf,” terang Zubaidah, yang kesehariannya intens sebagai penyuluh pertanian lapangan di Kecamatan Maduran.
Namun sayangnya, beber dia, program ini masih terkendala oleh pelaku program itu sendiri, kontinuitas anggota kelompok P2KP tersebut selama dan pasca pembinaan sering tidak tertebak dan cenderung buruk sehingga membuat program tersebut hanyalah sebatas ingatan bukan dijadikan sebagai kebiasaan yang dapat mewujudkan ketahanan pangan dalam keluarga.
“Kendala program ini adalah tidak konsistennya anggota kelompok dalam menjalankan program, sehingga keberlanjutan program pasca pembinaan, tidak mencapai 50% dari jumlah total kelompok yang dibina,"bebernya.
“Hingga saat ini, salah satu kelompok yang masih eksis menjalankan program P2KP adalah kelompok di desa Pangean, Kecamatan Maduran.” tambahnya.
Namun sambung Istinaroh , ia meyakini bahwa program yang saat ini dijalankan merupakan program yang bagus dan sudah tertanam dalam benak masyarakat, setidaknya meskipun tidak dilanjutkan saat ini.
"Suatu saat ketika pengetahuan tersebut dibutuhkan, masyarakat tidak bingung lagi untuk menerapkannya kembali sebagai upaya penganekaragaman pangan dan gizi,"pungkasnya.
Penulis : Trias Nurhasanah / Moh Zainuddin
Editor : M Arief Budiman
Program tersebut setidaknya merupakan perpanjangan tangan Pemkab dalam memberikan edukasi bagi masyarakat untuk meningkatkan keanekaragaman pangan, menjaga kualitas pangan agar jauh dari cemaran zat-zat berbahaya dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Program tersebut dijalankan melalui pemanfaatan pekarangan rumah untuk menanam tanaman yang biasa dikonsumsi dan mengolahnya menjadi produk lain dengan nilai tambah.
Kegiatan yang bermula sejak tahun 2009 tersebut, hingga tahun ini terus dijalankan di bawah pengawasan Badan Ketahanan Pangan.
Saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (5/10), Istinaroh menjabarkan, ”Bahwa program ini sudah dimulai sejak tahun 2009 dan didanai oleh APBN, sehingga kami terus melakukan pembinaan masyarakat untuk mewujudkan penganekaragaman pangan di wilayah Lamongan yang dimana dari tahun ke tahun lahan pertanian semakin sempit. Sehingga membutuhkan strategi untuk dapat menjaga ketahanan pangan salah satunya dengan program P2KP ini.”, jelas wanita yang menjabat Kepala Seksi Penganekaragaman dan Gizi Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lamongan tersebut.
Dikatakan olehnya, bagi kelompok percontohan program P2KP berasal dari berbagai desa di Kabupaten Lamongan yang masing-masing kelompok terdiri dari 20 orang anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan direkomendasikan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
Sehingga lanjut Istinaroh, Nantinya kelompok-kelompok tersebut akan dibina untuk mengembangkan pembibitan di lokasi pekarangan, kemudian hasil dari pekarangan tersebut diolah kembali menjadi produk yang bernilai tambah dan dapat menjadi alternatif konsumsi pangan di masyarakat.
Tak hanya itu, dijelaskan lebih lanjut salah satu PPL yang didaulat untuk membina dalam program P2KP tersebut mengakui setelah adanya program P2KP telah membawa perubahan di masyarakat.
Ia menconcohkan, salah satu kelompok di Desa Pangean, Kecamatan Maduran, telah dapat menghasilkan produk tepung mokaf yang merupakan olahan dari hasil pekarangan singkong.
“Program tersebut sangat mengena di masyarakat sehingga kini di Desa Pangean, terdapat pengolahan pangan dari umbi untuk antisipasi rawan pangan, kini kelompok tersebut mampu mengolah singkong menjadi tepung mokaf dan daerah tersebut kini sudah menjadi sentra penghasil tepung Mokaf,” terang Zubaidah, yang kesehariannya intens sebagai penyuluh pertanian lapangan di Kecamatan Maduran.
Namun sayangnya, beber dia, program ini masih terkendala oleh pelaku program itu sendiri, kontinuitas anggota kelompok P2KP tersebut selama dan pasca pembinaan sering tidak tertebak dan cenderung buruk sehingga membuat program tersebut hanyalah sebatas ingatan bukan dijadikan sebagai kebiasaan yang dapat mewujudkan ketahanan pangan dalam keluarga.
“Kendala program ini adalah tidak konsistennya anggota kelompok dalam menjalankan program, sehingga keberlanjutan program pasca pembinaan, tidak mencapai 50% dari jumlah total kelompok yang dibina,"bebernya.
“Hingga saat ini, salah satu kelompok yang masih eksis menjalankan program P2KP adalah kelompok di desa Pangean, Kecamatan Maduran.” tambahnya.
Namun sambung Istinaroh , ia meyakini bahwa program yang saat ini dijalankan merupakan program yang bagus dan sudah tertanam dalam benak masyarakat, setidaknya meskipun tidak dilanjutkan saat ini.
"Suatu saat ketika pengetahuan tersebut dibutuhkan, masyarakat tidak bingung lagi untuk menerapkannya kembali sebagai upaya penganekaragaman pangan dan gizi,"pungkasnya.
Penulis : Trias Nurhasanah / Moh Zainuddin
Editor : M Arief Budiman